Thursday, April 26, 2012

MANAJEMEN PENDAKIAN GUNUNG

Manajemen Pendakian

Mendaki Gunung sekarang adalah salah satu hobi unik yang banyak digemari banyak kalangan. Kegiatan mendaki gunung merupakan petualangan yang menantang, kadang pula merupakan kegiatan yang sangat ekstrim bagi sebagian kalangan. Orang akan mempunyai perasaan puas tersendiri bila sampai di puncak gunung dan melihat keindahan kawah gunung dari jarak dekat. Tetapi semua itu tidak akan mudah didapatkan tanpa persiapan dan perhitungan yang matang.
Sebelum Anda memulai sebuah pendakian ke sebuah gunung, ada baiknya Anda mengerti bagaimana mempersiapkan segalanya dalam sebuah manajemen pendakian. Manajemen pendakian ini adalah sebuah ilmu yang biasanya wajib dikuasai oleh orang-orang yang menyebut dirinya pendaki gunung. Sekilas terlihat sepele, akan tetapi jika diabaikan akan berakibat kacaunya sebuah pendakian. Manajemen pendakian mudah sekali dipelajari dan diaplikasikan sebelum mendaki.
Hal-hal yang biasanya harus diperhatikan antara lain:
  • Perlengkapan yang harus dibawa
  • Jumlah personel yang ada dalam sebuah team
  • Berapa lama waktu yang diperlukan dalam ekspedisi itu.
  • Bagaimana kondisi alam yang hendak dijelajahi.
  • Persiapan jika terjadi kondisi yang tidak terprediksi (diluar kondisi normal)

Tips manajemen pendakian

Pilih Barang yang Dapat Berfungsi Ganda

Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki gunung selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa. Contoh : Nesting (tempat memasak untuk tentara), bisa digunakan untuk memasak juga untuk tempat makan maupun menyimpan alat-alat mendaki. Alumunium foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di ransel.

Matras

Sebisa mungkin matras disimpan di dalam ransel jika akan pergi ke lokasi yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak pendaki gunung yang lebih senang mengikatkan matras di luar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.

 Kantung Plastik

Selalu siapkan kantung plastik/ trash bag di dalam ransel anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun gunung, baju basah dan lain sebagainya. Dapat juga berfungsi untuk lapisan anti air bagi ransel. Atau dapat juga dimanfaatkan sebagai jas hujan saat darurat.
Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang-barang di dalam ransel anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb.

Menyimpan Pakaian

Jika anda meragukan ransel yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda di dalam kantung plastik, gunanya agar pakaian tidak basah dan lembab.
Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak dicampur dengan pakaian bersih

Menyimpan Makanan

Sebaiknya makanan dikelompokkan sesuai ketahanan/ awetnya makanan disimpan. Untuk makanan yang tidak terlalu tahan lama, sebaiknya dibungkus dengan rapat atau di tempatkan memakai perlakuan khusus. Pilihlah makanan yang bervariasi tetapi mudah dan cepat dalam penyajian. Untuk makanan kaleng ada baiknya tidak terlalu banyak, karena selain berat kita juga harus membawa turun lagi kalengnya setelah dikonsumsi, karena dapat menyebabkan pencemaran lingkungan jika dibuang sembarangan.
Menyimpan Korek Api Batangan
Simpan korek api batangan anda di dalam bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering.

Packing Barang / Menyusun Barang Di Ransel

Selalu simpan barang yang paling berat di posisi atas, gunanya agar pada saat ransel digunakan, beban terberat berada di pundak anda dan bukan di pinggang anda hingga memudahkan kaki melangkah saat pendakian gunung ataupun saat turun nantinya. Usahakan untuk selalu mengingat-ingat dimana barang bawaan anda di tempatkan di dalam ransel, karena ada kalanya kita akan mencari barang tersebut dengan penerangan yang tidak memadai, jadi akan lebih cepat jika anda mengetahui dengan pasti dimana letak barang yang anda cari tanpa melihatnya sekalipun. Akan lebih baik anda membawa hal-hal yang menunjang selama perjalanan dan jangan membawa barang yang tidak dibutuhkan selama anda mendaki, karena selain tidak akan berguna juga memberatkan bekal bawaan di perjalanan.

Obat- obatan

Ada kalanya penting juga untuk membawa obat-obatan P3K, atau obat-obat pribadi dalam kantung atau tempat yang mudah terjangkau, karena jika kita mengalami keadaan yang darurat obat itu mudah untuk ditemukan semua orang.

Minuman beralkohol

Sebaiknya tidak dibawa. Sering kali orang ditempat dingin membutuhkan minuman yang hangat, akan tetapi minuman beralkohol bukan pilihan yang tepat disana. Oleh karena minuman tersebut dapat memicu pecahnya kapiler darah karena terlalu cepatnya kapiler darah memuai dalam tubuh.

Manajemen Pendakian

Ada baiknya sebelum memulai pendakian, Anda mencari informasi jalur dan angkutan serta info-info penting lainnya pada para pendaki yang pernah berkunjung kesana, karena hal itu akan sangat berguna untuk persiapan pendakian berkaitan dengan bujet (dana), alat dan perlengkapan yang akan dibawa, transportasi apa yang memungkinkan dan paling cepat, berapa lama anda akan menginap, serta makanan apa saja yang akan anda siapkan, berapa banyak air yang harus dibawa, dll. Hal itu sangat penting mengingat kita akan jauh dari fasilitas yang bisa kita dapatkan di perkotaan, sehingga jika terjadi hal-hal yang di luar kendali kita, paling tidak kita ada persiapan sebelumnya.

Cahaya / Lampu
Benda ini sifatnya sangat vital, tetapi kadang kurang diperhatikan. Ada baiknya kita membawa cadangan sumber cahaya di gunung. Bisa memakai senter ataupun penerangan konvensional semacam lilin ataupun lampu minyak. Hal ini dapat dipilih berdasarkan murah dan gampangnya bahan bakarnya didapatkan. Hal lain yang musti menjadi perhatian adalah, jika mengunakan penerangan berupa api harus mewaspadai keamanan dan tempatnya karena akan jadi mimpi buruk jika kita tidak berhati-hati dalam menjaganya. Sediakan pula dop dan baterai cadangan dan simpan di tempat yang mudah dijangkau, sehingga jika dibutuhkan sewaktu-waktu dapat segera ditemukan. Ada baiknya baterai bekas di bawa turun lagi, agar tidak menyebabkan polusi.

Jas Hujan

Perlengkapan satu ini mutlak dibawa walaupun tidak musim hujan, karena perlengkapan ini mempunyai banyak fungsi di gunung. Selain dipakai saat hujan tiba, jas hujan dapat juga digunakan sebagai tenda darurat (bivoak), alas tidur darurat, atap darurat, selimut darurat, juga bisa dipakai sebagai unsur penting tandu darurat. Jadi jangan sepelekan perlengkapan yang satu ini.
Selamat Mendaki……
Sayangilah Hutan Kita……

Wednesday, April 25, 2012

Mount Sumbing

Gunung Sumbing adalah gunung  bertipe strato (kerucut) berketinggian 3360 mdpl berdasarkan peta bakosurtanal terbitan tahun 2000. Gunung yang berhadapan dengan Gunung Sundoro ini merupakan gunung tertinggi kedua di Provinsi Jawa Tengah. Terbagi dalam wilayah Kabupaten Wonosobo, Magelang, dan Tumanggung.

Pada artikel kali ini akan dibahas sedikit mengenai Gunung Sumbing dan jalur pendakiannya melalui Dusun Garung, Desa Butuh, Kecamatan Kalijajar, Kabupaten Wonosobo, Provinsi Jawa Tengah.

Gambaran Umum
Gunung Sumbing adalah gunung bertipe strato (kerucut) berketinggian 3360 mdpl berdasarkan peta bakosurtanal terbitan tahun 2000. Gunung yang berhadapan dengan Gunung Sundoro ini merupakan gunung tertinggi kedua di Provinsi Jawa Tengah. Terbagi dalam wilayah Kabupaten Wonosobo, Magelang, dan Tumanggung.
Akses dari Kota Terakhir
Pendakian Gunung Sumbing melalui Dusun Garung dapat dicapai dari dua kota, yaitu Wonosobo dan Magelang. Dari Wonosobo bisa menggunakan bus menuju Magelang dan turun di pertigaan Dusun Garung yang ditandai dengan adanya sebuah gapura. Demikian juga jika dari Magelang, bisa menggunakan bus yang menuju Wonosobo dan turun di tempat yang sama. Kordinat gapura pertigaan Dusun Garung ini adalah 110o01?03’’E, 07o20’49’’S.
Di dekat pertigaan Dusun Garung ini terdapat sebuah pasar rakyat yang bernama Pasar Reco. Pasar beroperasi setiap pagi. Di pasar kecil ini pendaki bisa memenuhi kebutuhan logistik seperti beras, ikan, sayur, dan buah.
Perizinan
Perizinan dapat dilakukan di Base Camp Garung yang berjarak kurang lebih 500 m dari pertigaan Dusun Garung. Base camp ini dikelola oleh aparat desa setempat dan STICKPALA (organisasi pecinta alam karang taruna setempat). Biaya perizinan adalah Rp 3.500,00 per orang. Di base camp ini para pendaki bisa bermalam dan berisitirahat. Nomor telepon yang bisa dihubungi di base camp ini adalah 085868611446.
Jalur Pendakian Baru Dusun Garung
  • Base Camp  Pos 1
Base Camp Dusun Garung
Kordinat Base Camp Garung adalah 110o01?43’’E, 07o21’20’’S. Dari Base Camp menuju Pos 1 kita akan melewati perumahan penduduk dimana dari sini akan bisa kita lihat jalur pendakian lama yang berbeda satu punggungan dengan jalur baru yang kita bahas. Di perumahan penduduk ini kita akan menyusuri jalan berbatu sampai di sebuah jembatan pertemuan dua sungai (pertigaan sungai) dengan kordinat 110o02?08’’E, 07o21’20’’S di kawasan hutan bambu. Dari sini kita akan menyusuri punggungan yang diapit oleh kedua sungai tadi. Jalur mulai menanjak berupa jalan setapak dengan ladang-ladang sayur penduduk di sekitarnya. Batas ladang dan hutan yang berada pada kordinat 110o02?39’’E, 07o21’50’’S akan kita temui menjelang menyeberangi sungai di sebelah timur jalur. Sungai ini sepertinya kering di musim kemarau, tetapi menyimpan cukup air di cerukan-cerukannya di kala musim hujan. Beberapa meter dari sungai ini barulah kita temui Pos 1.
  • Pos 1  Pos 2

Pos 1 Jalur Baru Garung
Kordinat Pos 1 adalah 110o02?55’’E, 07o21’53’’S. Pos ini disebut juga Pos 1 Kedung. Di pos ini terdapat bangunan shelter yang kondisinya sudah terlihat rapuh tapi cukup digunakan oleh kurang lebih lima pendaki untuk bermalam. Jalur menuju Pos 2 masih tetap menanjak dengan hutan yang bisa dibilang cukup lebat. Di beberapa titik ditemui beberapa tempat datar yang bisa digunakan untuk mendirikan tenda.
  • Pos 2 ? Pestan

Pos 2 Jalur Baru Garung
Kordinat Pos 2 adalah 110o03?18’’E, 07o22’12’’S. Pos ini dikenal juga dengan nama Pos 2 Gatakan. Di Pos 2 juga terdapat sebuah bangunan shelter dan beberapa tempat datar di sekitarnya. Jalur ini masih berupa hutan dan menanjak. Akan ditemui juga sebuah in memoriam seorang pendaki di jalur ini. Menjelang Pestan, pepohonan mulai jarang dan medan yang dilalui didominasi oleh padang rumput.
  • Pestan ? Watu Kotak

Pestan
Kordinat Pestan adalah 110o03?40’’E, 07o22’15’’S. Tempat ini merupakan tempat pertemuan jalur lama dan jalur baru dari Dusun Garung. Berupa tempat terbuka dengan padang rumput dan beberapa pohon kecil. Tempat ini rawan akan angin kencang dan badai. Walaupun demikian, tempat ini terdapat banyak tempat datar yang bisa digunakan pendaki untuk mendirikan tenda. Jalur menuju Watu Kotak akan melewati Pasar Watu. Kordinat wilayah Pasar Watu ini kurang lebih adalah 110o03?50’’E, 07o22’21’’S. Di Pasar Watu akan ditemui banyak batu berserakan serta tebing terjal di ujung jalur. Jalur menuju Watu Kotak adalah melipir di sebelah timur tebing terjal tersebut. Di beberapa dinding tebing terdapat cerukan seperti gua yang bisa digunakan untuk berlindung.
  • Watu Kotak – Puncak
Kordinat Watu Kotak adalah 110o04?03’’E, 07o22’32’’S. Watu Kotak adalah tempat dimana terdapat sebuah batu besar seperti kotak. Di tempat ini ada sedikit tempat datar untuk mendirikan tenda. Kurang lebih bisa digunakan oleh tim pendaki yang beranggotakan sampai belasan orang. Menjelang puncak jalur yang dilewati berupa batuan kapur, dikenal dengan nama Tanah Putih. Jalur licin dengan bebatuan yang mudah menggelinding. Selanjutnya puncak yang kita capai adalah Puncak Buntu dengan kordinat 110o04?20’’E, 07o22’45’’S dan ketinggian 3296 mdpl. Kordinat kawah adalah 110o04?27’’E, 07o22’45’’S yang bisa dicapai dengan melipir ke bawah. Sedangkan puncak sejati memiliki kordinat 110o04?16’’E, 07o23’01’’S dengan ketinggian 3360 mdpl di sebelah barat Puncak Buntu.
 topografi

Mount Sindoro

Gunung Sindoro (3.136 m.dpl) Adalah termasuk dalam jajaran gunung berapi yang mempunyai bentuk kerucut dengan tipe Strato. Dari kejauhan nampak seperti dua saudara kembar antara Sindoro dan Sumbing, berdiri kokoh di batas Kabupaten Temanggung sebelah barat dan sebelah timur kota Wonosobo. Gunung Sindoro mempunyai Koordinat/ Geografi pada 7° 18'LS dan 109° 59.5' BT, letusan terakhir terjadi pada tahun 1971. Gunung Sindoro telah mengalami eksploitasi yang mengkhawatirkan, bayangan orang tentang gunung yang hijau dan hutan rimba yang alami telah berubah, hanya ladang tembakau dan semak-semak saja yang terdapat di sepanjang perjalanan, hanya sebagian kecil perjalanan menuju puncak saja yang masih terlindungi oleh pohon-pohon besar.

Rute Pendakian
Gunung ini mudah dicapai dari segala jurusan, sebelah timur dari Magelang, sebelah barat dari Banjarnegara, arah utara dari Candiroto atau Melayu, sedangkan arah selatan dari Purworejo. Untuk mendaki gunung Sindoro terdapat dua jalur umum yang biasanya dipergunakan, yaitu; lewat Desa Kledung dan lewat Desa Sigedang (Tambi).
Rute Kledung
Perjalanan dimulai dari desa Kledung kecamatan Parakan, sebaiknya kita turun di ujung jalan desa paling tinggi di desa tersebut, kemudian kita menuju rumah kepala desa untuk mendapatkan informasi dan mempersiapkan segala perlengkapannya. Agar persiapan Anda matang, sebaiknya bermalamlah di desa tersebut. Persiapkan peralatan dan perlengkapan termasuk air bersih secukupnya. Pasalnya sepanjang perjalanan ke puncak gunung tidak terdapat sumber air.
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai puncak sekitar 8 jam dengan menempuh jarak 7 km. Untuk turun kembali hanya membutuhkan waktu 4 jam. Medan yang ditempuh tidaklah sulit, sehingga sangat baik bagi para pendaki pemula, biasanya pada hari libur banyak yang mendaki.

Pada awal perjalanan, Anda akan melewati kebun sayur yang sangat indah. Selanjutnya Anda akan menemui hutan pinus dan kebun Edelweis yang menawan. Selanjutnya kita akan tiba di Pos I Sibajing, dengan ketinggian 1.900 m.dpl.
Perjalanan diteruskan ke Pos II Cawang, sebelum sampai di pos II terdapat persimpangan, kita harus belok ke kanan, jangan mengambil jalan lurus karena buntu. Pendaki yang berjalan malam hari sering kesasar mengambil jalur lurus. Pos II berada pada ketinggian 2.120 mdpl.
Kita kemudian menuju ke Pos III Seroto yang berada pada ketinggian 2.530 m.dpl, di sini kita akan menyaksikan pemandangan yang sangat indah. Perjalanan dilanjutkan dengan melewati kawasan hutan dan kawasan bebatuan. Setelah melewati padang Edelweis kita akan sampai di puncak.

Puncak Gunung Sindoro merupakan dataran seluas (400 x 300) meter, yang disebelah timurnya terdapat dua kawah kembar seluas (210 x 150) meter. Sedangkan di sebelah barat dan utara terdapat dataran Segoro Wedi dan Banjaran serta dua dataran yang belum bernama, yang merupakan sisa kawah utama.
Rute Sigedang
Jalur Sigedang merupakan jalur yang agak sulit karena jalanan sangat menanjak sehingga jarang yang melakukan pendakian lewat sini tetapi jalur ini banyak di gunakan sebagai jalur turun karena lebih cepat dan lebih dekat dengan Lembah Dieng. Untuk mencapai Sigedang, dari arah Wonosobo kita naik bus ke jurusan Dieng, turun di Rejosari atau Tambi, sekitar 15 Km.
Selanjutnya perjalanan diteruskan dengan jalan kaki atau naik Ojek menuju ke arah kampung Sigedang sekitar 4 Km. Kondisi Jalan menuju Sigedang sudah beraspal dan disekitar jalan kita bisa memandang hamparan tanaman teh. Awal pendakian kita mulai di sini. Berjalan melewati jalan berbatu menyusuri kebun-kebun teh selama 2 jam perjalanan akan sampai dibatas perkebunan teh dengan hutan (4 Km). Dari sini pendakian kita teruskan melalui jalanan yang cenderung menanjak selama 3 jam akan sampai di Watu Susu.

Watu Susu merupakan daerah yang mempunyai ciri adanya batu yang besar yang terdiri 2 buah. Menurut kepercayaan penduduk, batu ini merupakan buah dada dari Gunung Sindoro. Dari Watu Susu ke puncak dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam lagi. Perjalanan dari Sigedang menuju puncak Gunung Sindoro membutuhkan waktu sekitar 6-7 jam dan turunnya memakan waktu 4-5 jam perjalanan.

Tuesday, April 24, 2012

Mount Ciremai

Bagi para penikmat alam dan penyuka tantangan pendakian gunung, silahkan kunjungi Gunung Ciremai. Merupakan Gunung tinggi dengan ketinggian 3087 mdpl. Ketinggian Ciremai benar - benar di hitung dari permukaan laut karena Ciremai berada di dekat laut dan menuju ke kaki gunung kita sama sekali tak ada bonus selayaknya gunung di jawa yang lain.

Misalnya ke Merapi kita sudah memotong ketinggian sangat banyak dengan menumpang kendaraan sampai Basecamp yang letaknya hampir berada di tengah gunung. Jika Ciremai posisi Basecamp benar - benar di kaki gunung yang untuk menuju pos 1 kita harus melalui jalan mendatar yang lumayan jauh.Berikut jalur - jalur menuju Ciremai yang melegenda. Disertai dengan misterinya.


JALUR LINGGAJATI.


Desa Linggajati 14 km dari kota Kuningan atau 24 km dari kota Cirebon. Dari Jakarta dapat ditempuh menggunakan bus jurusan Kuningan atau kereta api jurusan Cirebon yang disambung dengan bus atau kendaraan umum jurusan Cirebon - Kuningan. Dari pertigaan Linggajati berjalan kaki sekitar 2,5 km menuju Musium Linggajati tempat bersejarah dimana Bung Karno pernah menandatangani perjanjian Linggarjati dengan Belanda. Terdapat pula Taman Linggajati Indah,

Taman seluas 11 hektar ini dilengkapi berbagai sarana rekreasi, antara lain kolam renang dan sumber mata air Cibulakan, Silinggonom, Balong Renteng, Rekreasi air dan kolam pancing, Tempat istirahat, Cottage, Villa, Hutan wisata, bumi perkemahan dll. Pos penjagaan berjarak lebih kurang 500 m dari Museum Linggajati, kita perlu mendaftarkan diri serta membayar asuransi per orang Rp.3.000,- . Siapkan bekal Anda terutama air karena susah sekali memperoleh air selama di perjalanan. Para pendaki dapat menggunakan jasa penduduk atau petugas penjaga pos untuk membimbing perjalanan mereka ke puncak.

Jalur menuju puncak sangat jelas dan banyak tanda - tanda penunjuk jalan, sehingga pendaki yang baru pertama kalipun tidak akan tersesat. Selepas dari Pos Pendaftaran dengan melintasi jalanan beraspal pendaki memasuki kawasan hutan Pinus dan persawahan hingga Cibeunar. Cibeunar merupakan area camp yang cukup kondusif buat bermalam.

Area ini sangat ramai dengan para pendaki yang ingin mengadakan start pendakian, karena terdapat sumber air yang cukup melimpah, yang tidak akan ditemui lagi sepanjang perjalanan sampai di puncak. Selepas Cibeunar lintasan akan melewati perkebunan penduduk hingga memasuki Leuweng Datar. Leuweng Datar terletak di tengah - tengah hutan tropis. Selepas daerah ini lintasan mulai menanjak dan melewati area yang cukup datar sebagai camp yakni Sigedang dan Kondang Amis .

Untuk sampai di Kuburan Kuda 

diperlukan waktu 2 jam. Kuburan Kuda merupakan tanah datar yang cukup luas dan cukup teduh sebagai tempat perkemahan. Daerah ini dianggap keramat bagi masyarakat setempat. Selepas Kuburan Kuda, pendaki akan melewati beberapa tempat keramat seperti Ceblokan, Pengalas. Kemudian sudut lintasan mulai membesar ketika melewati Tanjakan Bin - Bin dan semakin menanjak lagi ketika melewati Tanjakan Seruni.

Lintasan ini adalah yang terberat dan melelahkan dibanding yang lainnya. Bahkan pendaki akan menemui jalan setapak yang terputus dan setengah memanjat, dan memaksanya berpegangan akar pepohonan untuk mencapai pos selanjutnya. Selepas Tanjakan Bapatere lintasan tetap menanjak nyaris tanpa bonus sampai di Batu Lingga. Waktu yang diperlukan adalah 60 - 90 menit.  

Batu Lingga

  merupakan pos peristirahatan yang berupa tanah datar dan terdapat sebuah batu berukuran besar. Setelah kawasan ini, lintasan tetap menanjak. Di tengah perjalanan pendaki akan menemui dua pos peristirahatan berupa tanah datar yakni Kiara Baton dan Sangga Buana. Selepas itu pendaki akan memasuki batas vegetasi antara hutan dengan daerah terbuka.



Untuk sampai di Pangasinan membutuhkan waktu selama 2 - 2,5 jam. Pangasinan merupakan pos terakhir. Dari daerah yang cukup terbuka ini pendaki dapat menyaksikan bibir puncak yang cukup gagah berdiri di depan mata. Diperlukan waktu 45 - 60 menit dengan melewati bebatuan cadas dan medan yang tetap menanjak, bahkan harus setengah merayap, untuk sampai di puncak. Kami bisa memandang melihat kota Cirebon dan laut Jawa, kapal - kapal besar nampak dikejauhan.

Kearah Timur kami melihat ke Jawa Tengah, tampak gunung Slamet di Purwokerto dengan puncaknya yang tertutup awan. Puncak gunung Ciremei memiliki kawah yang sangat curam dan sangat indah, pendaki yang nekad sering turun ke kawah untuk membuat tulisan di atas lumpur kawah. Pejiarah sering datang untuk berdoa dipuncak gunung ini.

Siang itu kabut mulai turun disertai gerimis, kami masih sempat mengambil foto di puncak. Banyak sekali pendaki yang hanya berkemah di pertengahan pos dan tidak sanggup meneruskan perjalanan ke puncak, karena medan yang berat dan susahnya air, dan kembali turun, untuk itu persiapkan bekal yang berlebih dan bawalah tenda. Karena kemungkinan besar perjalanan akan tertunda, sehingga harus bermalam.

JALUR PALUTUNGAN.

Palutungan merupakan sebuah kampung terakhir yang berada di lereng selatan Ciremai dan berada pada ketinggian 1100 mdpl. Dusun kecil ini masuk dalam pangkuan Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Dari Cirebon pendaki dapat menggunakan angkutan umum jenis colt elf jurusan Cikijing dan turun di pertigaan Cigugur.

Perjalanan ini membutuhkan waktu selama 1 jam. Sepanjang perjalanan menuju Cigugur, pendaki akan melewati Kota Kuningan yang berada di ketinggian 466 mdpl. Setiba di pertigaan Cigugur, perjalanan dilanjutkan menuju Cisantana dengan menggunakan oplet tua. Perjalanan melalui jalanan yang menanjak dan berbatu ditempuh selama 1 jam, dengan melewati perkebunan penduduk yang sangat indah. Setiba di Cisantana, perjalanan dilanjutkan kembali dengan naik colt terbuka pengangkut sayur menuju Palutungan yang memakan waktu 20 menit. Setelah mengurus perizinan pendakian, perjalanan dapat dimulai melalui perkebunan penduduk.

Setelah itu, belok ke kanan memasuki hutan hujan tropis dengan jalur cenderung landai. Sesekali pendaki harus menyusup melalui semak - semak tinggi. Untuk sampai di Cigowong membutuhkan waktu 90-120 menit. Pos I Cigowong terletak di ketinggian 1450 mdpl. Di sini terdapat sumber air yang mengalir membentuk sebuah sungai. Dari sini pendaki dapat menyiapkan persediaan air sebanyak mungkin karena tidak akan ditemui lagi sumber air hingga puncak.

Selepas Cigowong lintasan masih landai selama 90 - 120 menit, sampai di Paguyangan Badak. Paguyangan Badak merupakan area yang berada di ketinggian 1800 mdpl. Daerah yang terdapat puing-puing bangunan tua ini sering digunakan sebagai tempat bermalam survivor yang dievakuasi karena meninggal di gunung ini. Untuk sampai di Blok Arban membutuhkan waktu 30 menit, dengan lintasan yang mulai menanjak.

Blok Arban merupakan pos III dengan area yang cukup datar dan teduh. Lintasan mulai menanjak dan melelahkan selama 90-120 menit sampai di Tanjakan Asoy. Tanjakan Asoy merupakan pos IV. Tanjakan ini berupa tanah datar berukuran cukup luas. Selepas daerah ini lintasan semakin menanjak selama 60 menit sampai di pos berikutnya. Selepas pos V ( pasangrahan ) pendaki mulai memasuki Vegetasi Cantigi dan Edelweiss sampai di Sang Hyang Ropoh.

Lintasan ini sangat licin jika hujan turun dan diperlukan waktu 30 menit untuk sampai pada pos berikutnya. Pos VI ( Sang Hyang Ropoh ) terletak di daerah yang datar dan terbuka. Selepas pos ini lintasan tetap menanjak dan licin, dengan tanah berwama kuning bekas aliran lava belerang. Pada sisi kanan lintasan terdapat goa yang biasa digunakan sebagai tempat berlindung ataupun bermalam.

Di tengah perjalanan ini, tepatnya pada sisi kiri, lintasan akan menyatu dengan jalur barat dari Majalengka. Untuk sampai di puncak Ciremai diperlukan waktu 2 jam pendakian. Sesampai di puncak pendaki dapat menikmati megahnya dua kawah kembar yang berdampingan. Untuk mengitari kawah ini diperlukan waktu kira-kira 3 jam. Selain itu, pendaki juga dapat menyaksikan indahnya daerah Majalengka, Cirebon, Laut Jawa, serta Gunung Slamet yang menjulang gagah di sisi timur. Sungguh Menawan!

Misteri Gunung Ciremei.

Tempat - tempat yang kebetulan menjadi pos tetapi mempunyai nuansa mistik teramat kuat. Uniknya, tiap - tiap nama pos mempunyai latar belakang tersendiri serta berbeda antar satu dengan lainnya. Di antaranya adalah blok kuburan kuda. Di areal ini konon terdapat kuburan kuda milik tentara jepang. Kuda tersebut , biasa dipergunakan oleh para kempetai untuk mengontrol para pekerja rodi yang menanam kopi. Dan kuburan yang terletak di sebelah barat jalur pendakian, sampai sekarang masih ada dan dikeramatkan oleh penduduk setempat.

Blok bapa tere lain lagi. Konon, dahulu di sini pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang anak yang dilakukan oleh ayah tirinya . Bermula, sang anak diajak oleh ayah tirinya untuk mendaki gunung Ceremai. Setibanya di tempai ini , sang ayah langsung menikam anaknya hingga tewas. Sedangkan blok batu lingga merupakan tempat yang sangat disakralkan oleh penduduk setempat. Untuk itu, guna menghindari hal hal yang tak diinginkan maka para pendaki pun dilarang untuk menduduki sebuah batu besar atau berbuat yang tak senonoh di tempat ini. Konon, batu ini pernah dijadikan tempat berkotbah wali songo kepada para pengikutnya.

Di dekat batu lingga terdapat sebuah in memoriam pendaki. Menurut kisah pendaki itu tewas karena sesuatu yang aneh di batulingga. Tepatnya, pada tahun 1999 dan dari ketiga pendaki, hanya seorang yang selamat. Sedangkan dua lainnya tewas dengan mengeluarkan lendir dari mulutnya.

Menurut kepercayaan, blok batu lingga ini di jaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet. Blok sangga buana, yang arti harfiahnya adalah penyangga bumi. Areal ini berfungsi untuk menahan aliran lahar bila gunung ceremai meletus. Maksudnya agar lahar tidak mengarah ke linggarjati, tetapi ketempat lain. Dan akhirnya adalah blok pengsungan atau pengasinan tempatnya amat terbuka.

Disini terdapat ladang yang tak pernah layu , edelweiss. Dari tempat ini kita dapat memandang lepas keindahan kota Cirebon serta pemandangan laut Jawa. Bukan hanya itu, disini juga kita bisa puas memandang keindahan matahari terbit .

Jarang orang mengetahui jika tempati ini sejajar dengan puncak gunung Slamet yang ada di jawa tengah. Menurut sejarah, pada masa pendudukan Jepang, pengasinan merupakan tempat pembuangan tawanan perang. Mungkin karena itu pada malam malam tertentu, sering terdengar suara jeritan atau derap langkah kaki para serdadu jepang. Sudah barang tentu, suara itu datang dari alam halus.

Mount Slamet

Gunung Slamet 3.432 mdpl adalah gunung tertinggi di Jawa Tengah dan gunung tertinggi kedua dipulau Jawa setelah Semeru. Dan ada tiga jalur resmi pendakian menuju puncak Slamet. Yakni jalur Bambangan, Baturaden dan Kaliwadas. Dari ketiga jalur tersebut yang terdekat adalah lewat Bambangan, selain pemandangannya indah juga banyaknya kera liar yang dapat ditemui dalam perjalanan menuju ke puncak Slamet. Ini juga yang sering Belantara Indonesia lalui dan kenal baik dengan pemilik base camp Bambangan, Pak Muhaeri. Istri Pak Muhaeri, yakni Ibu Muhaeri ( Ya iyalah, bukan ibu kita kartini..), juga menjual aneka makanan pengganjal perut dengan harga tak mahal bagi calon pendaki Slamet.

Berikut ini tentang 3 jalur resmi menuju puncak Slamet.

JALUR BAMBANGAN

Jalur Bambangan adalah jalur yang sangat populer dan merupakan jalur yang paling sering didaki. Rute Bambangan merupakan rute terpendek dibandingkan rute Batu Raden dan Kali Wadas. Dari kota Purwokerto naik bus ke tujuan Purbalingga dan dilanjutkan dengan bus dengan tujuan Bobot sari turun di Serayu. Perjalanan disambung menggunakan mobil bak angkutan pedesaan menuju desa Bambangan, desa terakhir di kaki gunung Slamet.

Di dusun yang berketinggian 1279 mdpl ini para pendaki dapat memeriksa kembali perlengkapannya dan mengurus segala administrasi pendakian.

Pertama - tama menuju pos Payung dengan keadaan medan terjal dengan arah belok kanan. Pendaki akan melewati ladang penduduk selama 1 jam. Pos Payung merupakan pos pendakian yang menyerupai payung raksasa dan masih berada di tengah - tengah perkebunan penduduk. Selepas pos Payung pendakian dilanjutkan menuju pondok Walang dengan jalur yang sangat licin dan terjal di tengah - tengah lingkungan hutan hujan tropis, selama kurang lebih 2 jam. Selepas pondok Walang, medan masih seperti sebelumnya, jalur masih tetap menanjak di tengah panorama hutan yang sangat lebat dan indah, selama kira - kira 2 jam menuju Pondok Cemara.

Sebagaimana namanya, pondok Cemara dikelilingi oleh pohon cemara yang diselimuti oleh lumut. Selepas pondok Cemara pendakian dilanjutkan menuju pos Samaranthu. Selama kira - kira 2 jam dengan jalur yang tetap menanjak dan hutan yang lebat.

Samaranthu merupakan pos ke 4. Kira - kira 15 menit dari pos ini terdapat mata air bersih yang berupa sungai kecil. Selepas Samaranthu, medan mulai terbuka dengan vegetasi padang rumput.

Pendaki akan melewati Sanghyang Rangkah yang merupakan semak - semak yang asri dengan Edelweis di sekelilingnya, dan sesekali mendapati Buah Arbei di tengah - tengah pohon yang menghalangi lintasan pegunungan. Pendaki juga akan melewati Sanghyang Jampang yang sangat indah untuk melihat terbitnya matahari. Kira - kira 30 menit kemudian pendaki akan tiba di Pelawangan.

Pelawangan ( lawang atau pintu ) merupakan pintu menuju puncak Slamet. Dari tempat ini pendaki akan dapat menikmati panorama alam yang membentang luas di arah timur. Selepas Pelawangan lintasan semakin menarik sekaligus menantang, selain pasir dan bebatuan sedimentasi lahar yang mudah longsor pada sepanjang lintasan, di kanan kiri terdapat jurang dan tidak ada satu pohon pun yang dapat digunakan sebagai pegangan.

Di daerah ini sering terjadi badai gunung, oleh karena itu pendaki disarankan untuk mendaki di pagi hari. Kebanyakan pendaki meninggalkan barang-barang mereka di bawah, untuk memperingan beban. Dari Pelawangan sampai di puncak dibutuhkan waktu 30 - 60 menit. Dari sini pendaki dapat melihat puncak Slamet yang begitu besar dan hamparan Caldera yang sangat luas dan menakjubkan, yang biasa disebut dengan Segoro Wedi. ( lautan pasir ).



JALUR KALIWADAS

Kaliwadas merupakan sebuah dusun yang berketinggian 1850 mdpl dan masuk wilayah Desa Dawehan, Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, atau tepatnya berada pada barat daya lereng Gunung Slamet. Untuk menuju Kaliwadas dapat ditempuh dari kota Bumiayu menuju Pangasinan dengan menggunakan angkutan Pedesaan  yang memakan waktu 2 jam. Setiba di Pasar Pangasinan, perjalanan dilanjutkan menuju Kaliwadas dengan menggunakan Jeep atau menggunakan angkutan umum jenis kendaraan terbuka yang beroperasi hingga pukul 18.00 wib.

Pendaki dapat menyiapkan segala perbekalan dan perizinan dari Kaliwadas ini. Kira -kira 300 m selepas jalan desa, pendaki diarahkan menuju jalan setapak. Satu jam kemudian pendaki akan melewati Tuk Suci yang oleh penduduk setempat diartikan sebagai mata air suci. Di Tuk Suci ini terdapat aliran air yang dibendung, yang berfungsi sebagai pengairan desa di bawahnya. Selepas Tuk Suci, medan mulai menanjak menembus lorong - lorong tumbuhan bambu yang berukuran kecil. Penduduk sekitar menyebutnya Pringgodani. Satu jam kemudian pendaki akan tiba di pondok Growong.

Pondok Growong merupakan tempat yang cocok untuk mendirikan tenda. Di sekitar area ini banyak ditemukan pohon besar yang di bawahnya terdapat lubang berukuran cukup besar. Selepas pondok Growong lintasan relatif datar sampai pada sebuah jembatan kecil yang bemama taman Wlingi, yang berada di ketinggian 1953 mdpl. Di daerah ini terdapat persimpangan, lintasan yang lurus dan lebar menuju ke Sumur Penganten. Berjarak 500 meter dari area terdapat sumber air, yang juga merupakan sebuah tempat keramat di mana banyak peziarah yang datang untuk meminta berkah.

Jalur ke kiri merupakan lintasan yang menuju ke puncak. Keadaan lintasan semakin menanjak. Di sepanjang lintasan mulai banyak dijumpai pohon tumbang dan pohon penyengat. Lintasan kadang tertutup oleh semak belukar sehingga pendaki harus waspada agar tidak tersesat. Lintasan mulai kembali melebar ketika pendaki melewati persimpangan Igir Manis yang berada di ketinggian 2600 mdpl. Di sekitar area ini akan didapati tetumbuhan Edelweis dan tumbuhan Arbei. Setelah itu pendaki akan sampai di Igir Tjowek yang berada di ketinggian 2750 mdpl. Daerah ini masuk kawasan Gunung Malang. Di sini terjadi pertemuan jalur ini dengan jalur Baturaden. Beberapa meter kemudian barulah pendaki tiba di Pelawangan.

Pelawangan merupakan sebuah tanah yang cukup datar di daerah terbuka, sekaligus merupakan batas vegetasi. Untuk menuju puncak dibutuhkan waktu kira - kira 2 jam. Pendaki dapat berangkat pagi agar dapat menikmati keadaan puncak dan sekitarnya dalam keadaan cuaca cerah. Selepas Pelawangan lintasan semakin tajam hingga mencapai sudut pendakian 60 derajat. Selanjutnya keadaan lintasan semakin parah dengan medan bebatuan vulkanik yang mudah longsor. Bau belerang terasa menyengat dari kawah ketika pendaki tiba di puncak bayangan. Setiba di daerah ini, pendaki tinggal melipir pada gigir kawah menuju arah timur.

Setelah melewati Tugu Surono yang berupa tumpukan batu, pendaki akan sampai di puncak tertinggi Gunung Slamet yang ditandai dengan patok triangulasi dan tower. Dulu tempat ini juga digunakan sebagai pemantauan aktivitas gunung api ini. Di puncak tertinggi kedua se - Jawa ini pendaki dapat menyaksikan pemandangan pada arah timur. Tampak beberapa puncak seperti Gunung Sumbing, Sindoro, Merbabu, Merapi, dan puncak Ciremai di arah barat. Semuanya berdiri kokoh sekan - akan menjadi pasak bumi Pulau Jawa.


JALUR BATU RADEN

Dari kota Purwokerto menuju tempat wisata Batu Raden menempuh jarak 15 km arah utara dan dapat ditempuh selama 30 menit dengan menggunakan angkutan umum. Batu Raden yang merupakan daerah wisata yang terkenal dengan Pancuran Telu dan Pitu ini berada di ketinggian 760 mdpl. Pancuran tersebut merupakan aliran mata air panas yang mengandung belerang. Jalur ini merupakan jalur tersulit dan jarang dilalui pendaki.

Selepas pal Taman Wisata Batu Raden, lintasan berbelok ke kanan dan menurun. Dalam perjalanan menuju pos 1 banyak ditemui cabang lintasan, yang merupakan jalan tikus yang banyak dibuat oleh penduduk setempat. Di tengah perjalanan pendaki akan melewati sebuah sungai. Setelah itu lintasan kembali datar dengan sajian jurang  pada sisi kanan lintasan. Untuk sampai di pos 1 dibutuhkan waktu selama 3 jam.

Selepas pos 1 lintasan mulai menanjak dengan sajian hutan yang rimbun dan asri, selama 2 jam. Untuk sampai di pos 3 dibutuhkan waktu selama 3 jam dengan lintasan yang tidak begitu menanjak. Vegetasi di pos 3 masih dalam kungkungan hutan hujan Tropis. Selepas itu pendaki akan melipir pada sebuah punggungan tipis yang berada di ketinggian 1664 mdpl. Daerah tersebut bemama Igir Leiangar. Selepas pos 4, tepatnya di puncak Gunung Malang, akan ditemui persimpangan dengan jalur Kaliwadas. Kemudian perjalanan dilanjutkan menuju ke Pelawangan, lalu berbelok ke kanan menuju puncak Slamet.



Pastikan peralatan dan perbekalan makanan cukup jika sahabat alam ingin menuju puncak Gunung Slamet, karena sepanjang jalur bahkan sampai di base camp Bambangan akan sulit mendapatkan air untuk minum dan juga seringnya hujan turun dan tentunya di selingi badai, berarti suhu akan berubah dingin, pastinya perjalanan akan terasa lama jika itu terjadi, karena Slamet adalah gunung tinggi. Persiapkan sejak awal sebelum menuju Slamet.

Mount Merbabu

Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato (lihat Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur, Propinsi Jawa Tengah.
Gunung ini pernah meletus pada tahun 1560 dan 1797. Dilaporkan juga pada tahun 1570 pernah meletus, akan tetapi belum dilakukan konfirmasi dan penelitian lebih lanjut. Puncak gunung Merbabu berada pada ketinggian 3.145 meter di atas permukaan air laut.

Gunung Merbabu cukup populer sebagai ajang kegiatan pendakian. Medannya tidak terlalu berat namun potensi bahaya yang harus diperhatikan pendaki adalah udara dingin, kabut tebal, hutan yang lebat namun homogen (hutan tumbuhan runjung, yang tidak cukup mendukung sarana bertahan hidup atau survival), serta ketiadaan sumber air. Penghormatan terhadap tradisi warga setempat juga perlu menjadi pertimbangan.
Gunung Merbabu memiliki 3 tipe ekosistem hutan, yaitu : ekosistem hutan hujan tropis musim pengunungan bawah (1.000 - 1.500 m dpl), ekosistem hutan hujan tropis musim pegunungan tinggi (1.500 - 2.400 m dpl), dan ekosistem hutan tropis musim sub-alpin (2.400 - 3.142 m dpl).
PENDAKIAN

Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) merupakan Kawasan Pelestarian Alam yang mengembangkan fungsi pemanfaatan berkelanjutan, oleh karena itu pengembangan aktivitas wisata alam perlu dikelola dengan optimal untuk memberikan pengalaman memuaskan bagi pengunjung, namun tetap menjaga kualitas fungsi kawasan. Salah satu aktifitas wisata alam yg paling popular di TNGMb adalah pendakian ke puncak Gunung Merbabu.

Sepanjang tahun 2008 tercatat 752 pengunjung yang melakukan pendakian ke TNGMb (laporan Statistik BTGMb 2008). Jumlah pendaki meningkat tajam dan mencapai tingkat kulminasi keramaian pada setiap tanggal 17 Agustus. Berbagai aktifitas dilakukan oleh kelompok-kelompok pendaki dalam rangka merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia di puncak Gunung Merbabu.
Jalur pendakian yang paling  populer adalah Jalur Kopeng (Dusun Thekelan) dengan waktu tempuh sekitar 7-9 jam  dan Jalur Selo yang memerlukan waktu tempuh sekitar 6-7 jam.

Mount Lawu

Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau JawaIndonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api “istirahat” dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukithutan Dipterokarp Atashutan Montane, dan hutan Ericaceous.
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.
Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh dan Candi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja MangkunagaranAstana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangunmausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia, Suharto.

Pendakian
Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena populernya, di puncak gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan.
Pendakian standar dapat dimulai dari dua tempat (basecamp): Cemorokandang di Tawangmangu, Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di Sarangan, Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.
Pendakian dari Cemorosewu melalui dua sumber mata air: Sendang (kolam) Panguripan terletak antara Cemorosewu dan Pos 1 dan Sendang Drajat di antara Pos 4 dan Pos 5.
Pendakian melalui Cemorokandang akan melewati 5 selter dengan jalur yang relatif telah tertata dengan baik.
Pendakian melalui cemorosewu akan melewati 5 pos. Jalur melalui Cemorosewu lebih nge-track. Akan tetapi jika kita lewat jalur ini kita akan sampai puncak lebih cepat daripada lewat jalur Cemorokandang. Pendakian melalui Cemorosewu jalannya cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata.
Jalur dari pos 3 menuju pos 4 berupa tangga yang terbuat dari batu alam. Pos ke4 baru direnovasi,jadi untuk saat ini di pos4 tidak ada bangunan untuk berteduh. Biasanya kita tidak sadar telah sampai di pos 4.
Misteri gunung Lawu
Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Keraton Yogyakarta.
Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.
Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.
Di dekat pos 4 ini kita bisa melihat telaga Sarangan dari kejahuan. Jalur dari pos 4 ke pos 5 sangat nyaman, tidak nge-track seperti jalur yang menuju pos 4. Di pos2 terdapat watu gedhe yang kami namai watu iris(karena seperti di iris).
Di dekat pintu masuk Cemorosewu terdapat suatu bangunan seperti masjid yang ternyata adalah makam.Untuk mendaki melalui Cemorosewu(bagi pemula) janganlah mendaki di siang hari karena medannya gag nguatin untuk pemula.
Di atas puncak Hargo Dumilah terdapat satu tugu.

Legenda gunung Lawu
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.
Raden Fatah setelah dewasa agama islam berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).
Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak.
Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah, “Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua mahluk gaib dengan wilayah ke barat hingga wilayah gunung Merapi/gunung Merbabu, ke timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.
Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.
Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.

Mount Semeru


Gunung Semeru atau Sumeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa,
dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di
puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko.

Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas,
hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung.

Posisi gunung ini terletak diantara wilayah administrasi Kabupaten Malang
dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT.

Pada tahun 1913 dan 1946 Kawah Jonggring Saloka memiliki kubah dengan
ketinggian 3.744,8 M hingga akhir November 1973. Disebelah selatan, kubah
ini mendobrak tepi kawah menyebabkan aliran lava kebagian selatan daerah
Pasirian, Candiputro dan Lumajang.

*Perjalanan*

Diperlukan waktu sekitar empat hari untuk mendaki puncak gunung Semeru
pulang-pergi. Untuk mendaki gunung semeru dapat ditempuh lewat kota Malang
atau Lumajang. Dari terminal kota malang kita naik angkutan umum menuju desa
Tumpang. Disambung lagi dengan Jip atau Truk Sayuran yang banyak terdapat di
belakang pasar terminal Tumpang dengan biaya per orang Rp.13.000,- hingga
Pos Ranu Pani.


Sebelumnya kita mampir di Gubugklakah untuk memperoleh surat ijin, dengan
perincian, biaya surat ijin Rp.6.000,- untuk maksimal 10 orang, Karcis masuk
taman Rp.2.000,- per orang, Asuransi per orang Rp.2.000,-

Dengan menggunakan Truk sayuran atau Jip perjalanan dimulai dari Tumpang
menuju Ranu Pani, desa terakhir di kaki semeru. Di sini terdapat Pos
pemeriksaan, terdapat juga warung dan pondok penginapan. Pendaki juga dapat
bermalam di Pos penjagaan. Di Pos Ranu Pani juga terdapat dua buah danau
yakni danau Ranu Pani (1 ha) dan danau Ranu Regulo (0,75 ha). Terletak pada
ketinggian 2.200 mdpl.

Setelah sampai di gapura "selamat datang", 

perhatikan terus ke kiri ke arah
bukit, jangan mengikuti jalanan yang lebar ke arah kebun penduduk. Selain
jalur yang biasa dilewati para pendaki, juga ada jalur pintas yang biasa
dipakai para pendaki lokal, jalur ini sangat curam.

Jalur awal landai, menyusuri lereng bukit yang didominasi dengan tumbuhan
alang-alang. Tidak ada tanda penunjuk arah jalan, tetapi terdapat tanda
ukuran jarak pada setiap 100m. Banyak terdapat pohon tumbang, dan
ranting-ranting diatas kepala.

Setelah berjalan sekitar 5 Km menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi
Edelweis, lalu akan sampai di Watu Rejeng. Disini terdapat batu terjal yang
sangat indah. Pemandangan sangat indah ke arah lembah dan bukit-bukit, yang
ditumbuhi hutan cemara dan pinus. Kadang kala dapat menyaksikan kepulan asap
dari puncak semeru. Untuk menuju Ranu Kumbolo masih harus menempuh jarak
sekitar 4,5 Km.

Di Ranu Kumbolo dapat mendirikan tenda. Terdapat danau dengan air yang
bersih dan memiliki pemandangan indah terutama di pagi hari dapat
menyaksikan matahari terbit disela-sela bukit. Banyak terdapat ikan, kadang
burung belibis liar. Ranu Kumbolo berada pada ketinggian 2.400 m dengan luas
14 ha.


Dari Ranu Kumbolo sebaiknya menyiapkan air sebanyak mungkin. Meninggalkan
Ranu Kumbolo kemudian mendaki bukit terjal, dengan pemandangan yang sangat
indah dibelakang ke arah danau. Di depan bukit terbentang padang rumput yang
luas yang dinamakan oro-oro ombo. Oro-oro ombo dikelilingi bukit dan gunung
dengan pemandangan yang sangat indah, padang rumput luas dengan lereng yang
ditumbuhi pohon pinus seperti di Eropa. Dari balik Gn. Kepolo tampak puncak
Gn. Semeru menyemburkan asap wedus gembel.

Selanjutnya memasuki hutan Cemara dimana kadang dijumpai burung dan kijang.
Daerah ini dinamakan Cemoro Kandang.

Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m,

 disini dapat mendirikan tenda
untuk beristirahat. Pos ini berupa padang rumput luas di tepi hutan cemara,
sehingga banyak tersedia ranting untuk membuat api unggun.

Terdapat mata air Sumber Mani, ke arah barat (kanan) menelusuri pinggiran
hutan Kalimati dengan menempuh jarak 1 jam pulang pergi. Di Kalimati dan di
Arcopodo banyak terdapat tikus gunung.

Untuk menuju Arcopodo berbelok ke kiri (Timur) berjalan sekitar 500 meter,
kemudian berbelok ke kanan (Selatan) sedikit menuruni padang rumput
Kalimati. Arcopodo berjarak 1 jam dari Kalimati melewati hutan cemara yang
sangat curam, dengan tanah yang mudah longsor dan berdebu. Dapat juga kita
berkemah di Arcopodo, tetapi kondisi tanahnya kurang stabil dan sering
longsor. Sebaiknya menggunakan kacamata dan penutup hidung karena banyak abu
beterbangan. Arcopodo berada pada ketinggian 2.900m, Arcopodo adalah wilayah
vegetasi terakhir di Gunung Semeru, selebihnya akan melewati bukit pasir.

Dari Arcopodo menuju puncak Semeru diperlukan waktu 3-4 jam, melewati bukit
pasir yang sangat curam dan mudah merosot. Semua barang bawaan sebaiknya
tinggal di Arcopodo atau di Kalimati. Pendakian menuju puncak dilakukan
pagi-pagi sekali sekitar pukul 02.00 pagi dari Arcopodo.


Siang hari angin cendurung ke arah utara menuju puncak membawa gas beracun
dari Kawah Jonggring Saloka.

Pendakian sebaiknya dilakukan pada musim kemarau yaitu bulan Juni, Juli,
Agustus, dan September. Sebaiknya tidak mendaki pada musim hujan karena
sering terjadi badai dan tanah longsor.

*Gas beracun

*Di puncak Gunung Semeru (Puncak Mahameru) 

pendaki disarankan untuk tidak
menuju kawah Jonggring Saloko,

 juga dilarang mendaki dari sisi sebelah
selatan, karena adanya gas beracun dan aliran lahar. Suhu dipuncak Mahameru
berkisar 4 - 10 derajad Celcius, pada puncak musim kemarau minus 0 derajad
Celcius, dan dijumpai kristal-kristal es. Cuaca sering berkabut terutama
pada siang, sore dan malam hari. Angin bertiup kencang, pada bulan Desember
- Januari sering ada badai.

Terjadi letusan Wedus Gembel setiap 15-30 menit pada puncak gunung Semeru
yang masih aktif. Pada bulan Nopember 1997 Gn.Semeru meletus sebanyak 2990
kali. Siang hari arah angin menuju puncak, untuk itu hindari datang siang
hari di puncak, karena gas beracun dan letusan mengarah ke puncak.

Letusan berupa asap putih, kelabu sampai hitam dengan tinggi letusan 300-800
meter. Materi yang keluar pada setiap letusan berupa abu, pasir, kerikil,
bahkan batu-batu panas menyala yang sangat berbahaya apabila pendaki terlalu
dekat. Pada awal tahun 1994 lahar panas mengaliri lereng selatan
Gn.Semerudan meminta beberapa korban jiwa, pemandangan sungai panas
yang berkelok-
kelok menuju ke laut ini menjadi tontonan yang sangat menarik.*

Iklim

*Secara umum iklim di wilayah gunung Semeru termasuk type iklim B (Schmidt
dan Ferguson) dengan curah hujan 927 mm - 5.498 mm per tahun dengan jumlah
hari hujan 136 hari/tahun dan musim hujan jatuh pada bulan November - April.
Suhu udara dipuncak Semeru berkisar antara 0 - 4 derajat celcius.

Suhu rata-rata berkisar antara 3°c - 8°c pada malam dan dini hari, sedangkan
pada siang hari berkisar antara 15°c - 21°c. Kadang-kadang pada beberapa
daerah terjadi hujan salju kecil yang terjadi pada saat perubahan musim
hujan ke musim kemarau atau sebaliknya. Suhu yang dingin disepanjang rute
perjalanan ini bukan semata-mata disebabkan oleh udara diam tetapi didukung
oleh kencangnya angin yang berhembus ke daerah ini menyebabkan udara semakin
dingin.


*Taman nasional*

Gunung ini masuk dalam kawasan Taman nasional Bromo Tengger Semeru. Taman
Nasional ini terdiri dari pegunungan dan lembah seluas 50.273,3 Hektar.
Terdapat beberapa gunung di dalam Kaldera Gn.Tengger antara lain; Gn.Bromo (
2.392m) Gn. Batok (2.470m) Gn.Kursi (2,581m) Gn.Watangan (2.662m)
Gn.Widodaren (2.650m). Terdapat empat buah danau (ranu): Ranu Pani, Ranu
Regulo, Ranu Kumbolo, Ranu Darungan.

Flora yang berada di Wilayah Gunung Semeru beraneka ragam jenisnya tetapi
banyak didominir oleh pohon cemara, akasia, pinus, dan jenis Jamuju.
Sedangkan untuk tumbuhan bawah didominir oleh Kirinyuh, alang-alang,
tembelekan, harendong dan Edelwiss putih, Edelwiss yang banyak terdapat di
lereng-lereng menuju Puncak Semeru. Dan juga ditemukan beberapa jenis
anggrek endernik yang hidup di sekitar Semeru Selatan.

Banyak fauna yang menghuni gunung Semeru antara lain : Macan Kumbang,
Budeng, Luwak, Kijang, Kancil, dll. Sedangkan di Ranu Kumbolo terdapat
Belibis yang masih hidup liar.

*Pendaki pertama*

Orang pertama yang mendaki gunung ini adalah Clignet (1838) seorang ahli
geologi berkebangsaan Belanda dari sebelah barat daya lewat Widodaren,
selanjutnya Junhuhn (1945) seorang ahli botani berkebangsaan Belanda dari
utara lewat gunung Ayet-ayek, gunung Inder-inder dan gunung Kepolo. Tahun
1911 Van Gogh dan Heim lewat lereng utara dan setelah 1945 umumnya pendakian
dilakukan lewat lereng utara melalui Ranupane dan Ranu Kumbolo seperti
sekarang ini.

*Legenda gunung Semeru*

Menurut kepercayaan masyarakat Jawa yang ditulis pada kitab kuna Tantu
Pagelaran yang berasal dari abad ke-15, Pulau Jawa pada suatu saat
mengambang di lautan luas, dipermainkan ombak kesana-kemari. Para Dewa
memutuskan untuk memakukan Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di
India ke atas Pulau Jawa.

Dewa Wisnu menjelma menjadi seekor kura-kura raksasa menggendong gunung itu
dipunggungnya, sementara Dewa Brahma menjelma menjadi ular panjang yang
membelitkan tubuhnya pada gunung dan badan kura-kura sehingga gunung itu
dapat diangkut dengan aman.

Dewa-Dewa tersebut meletakkan gunung itu di atas bagian pertama pulau yang
mereka temui, yaitu di bagian barat Pulau Jawa. Tetapi berat gunung itu
mengakibatkan ujung pulau bagian timur terangkat ke atas. Kemudian mereka
memindahkannya ke bagian timur pulau tetapi masih tetap miring, sehingga
Mereka memutuskan untuk memotong sebagian dari gunung itu dan menempatkannya
di bagian barat laut.

Penggalan ini membentuk Gunung Pawitra, yang sekarang dikenal dengan nama
Gunung Pananggungan, dan bagian utama dari Gunung Meru, tempat bersemayam
Dewa Shiwa, sekarang dikenal dengan nama Gunung Semeru. Pada saat Sang Hyang
Siwa datang ke pulau jawa dilihatnya banyak pohon Jawawut, sehingga pulau
tersebut dinamakan Jawa.

Lingkungan geografis pulau Jawa dan Bali memang cocok dengan lambang-lambang
agama Hindu. Dalam agama Hindu ada kepercayaan tentang Gunung Meru, Gunung
Meru dianggap sebagai rumah para dewa-dewa dan sebagai sarana penghubung
diantara bumi (manusia) dan Kayangan. Kalau manusia ingin mendengar suara
dewa mereka harus semedi di puncak Gunung Meru. Banyak masyarakat Jawa dan
Bali sampai sekarang masih menganggap gunung sebagai tempat kediaman
Dewa-Dewa atau mahluk halus. Selanjutnya daerah bergunung-gunung masih
dipakai oleh manusia Jawa sebagai tempat semedi untuk mendengar suara gaib.

Menurut orang Bali Gunung Mahameru dipercayai sebagai Bapak Gunung Agung di
Bali dan dihormati oleh masyarakat Bali. Upacara sesaji kepada para
dewa-dewa Gunung Mahameru dilakukan oleh orang Bali. Betapapun upacara
tersebut hanya dilakukan setiap 8-12 tahun sekali hanya pada waktu orang
menerima suara gaib dari dewa Gunung Mahameru. Selain upacara sesaji itu
orang Bali sering datang ke daerah Gua Widodaren untuk mendapat Tirta suci.

Orang naik sampai puncak Mahameru ada yang bertujuan untuk mendengar
suara-suara gaib. Selain itu juga ada yang memohon agar diberi umur yang
panjang. Bagaimanapun alasan orang naik ke puncak Mahameru, kebanyakan orang
ditakutkan oleh macam-macam hantu yang mendiami daerah keliling gunungnya.
Hantu-hantu tersebut biasanya adalah roh leluhur yang mendiami tempat
seperti hutan, bukit, pohon serta danau.

Roh leluhur biasanya bertujuan menjaga macam-macam tempat dan harus
dihormati. Para pendaki yang menginap di danau Ranu Kumbolo sering melihat
hantu Ranu Kumbolo. Tengah malam ada cahaya berwarna orange di tengah
danaunya dan tiba-tiba berubah wujud menjadi sesosok hantu wanita. Biasanya
hanya orang yang punya kekuatan mistis dia akan melihat hantu dan dapat
bicara dengan hantu. Terserah orang percaya pada hantu atau tidak tetapi
banyak orang Jawa yang percaya bahwa daerah Bromo, Tengger, Semeru banyak
didiami oleh hantu-hantu.

 topografi